Friday, August 31, 2007

Dilarang: Orang Kere Disini !

Ramai-ramai mengeluhkan kenaikan harga-harga. Mulai dari minyak goreng sampai tarif jalan tol. Masyarakat kembali berteriak seperti yang terjadi sebelumnya.Tidak hanya biaya hidup, pendidikan, urus-urus kerja, transportasi, bikin usaha, perkawinan, semuanya serba mahal, atau kalau masih murah siap-siap akan ada “penyesuaian”. Sebenarnya masih mending kalau semua itu sebanding dengan kualitas pelayanan

Entah terlampau cerewet atau emang hak saya sebenarnya, untuk selalu mempertanyakan kenaikan harga-harga seperti sekarang. Bahkan saya sering berpikir “kok bisa, di negeri yang kaya akan minyak, tapi harga minyak tanah melambung-lambung ”.
Tapi, semakin hari, makin saya mengerti, bahwa mungkin negeri ini memang bukan untuk orang kere semacam saya.
Jadi, siapa suruh kamu (juga) tinggal di sini !


Pic is from here

Tuesday, August 21, 2007

Kecil-Kecil Jadi Manen

Niat baik pemerintah memberantas korupsi patut diacungi jempol, meski mesti disadari, tidaklah mudah menyembuhkan penyakit yang semakin lama semakin akut. Terjangkitinya penegak hukum, disinyalir telah membuat upaya penyembuhan penyakit ini semakin kurang (bahkan tidak) mujarab. Tidak hanya merugikan negara dalam perkara materi, jiwa-jiwa bangsa ini pun terancam, karenanya. Entah latah atau terinspirasi, banyak oknum masyarakat yang mulai tergiur untuk mengikuti perilaku-perilaku permisif elit kekuasaan.

Masa pembagian dana konpensasi kenaikan BBM, adalah masa panen bagi oknum aparat yang dengan alasan uang lelah pembagian, tega memotong dana untuk masyarakat yang saat itu benar-benar kesulitan hidup, dihimpit berbagai kenaikan harga, Dana BOS, Bantuan Operasional Sekolah, diperuntukkan membantu kelancaran pendidikan (terutama) siswa yang kurang mampu, diakui oleh sebagian oknum guru di”manfaat”kan untuk keperluan “entertain” pribadi mereka. Beberapa oknum mahasiswa kedapatan melakukan “mark-up” uang SPP, dengan memanipulasi kartu bayaran. Mereka tega mendungui orang tuanya yang mati-matian menyekolahkan mereka.

Sepertinya semakin hari, hal semacam ini sudah lumrah dan dianggap biasa. Dengan dalih; tuntutan kebutuhan, kepepet atau mencari uang sampingan, praktik praktik semisal itu menjadi halal. Ngomong-ngomong, apakah semua ini merupakan buah sukses kampanye “ayo korupsi” melalui keteladanan elit kekuasaan, yang tidak disadari ?


Pic is from here

Tuesday, August 14, 2007

Bendera Setengah Matang

Geliat peringatan hari kemerdekaan makin nampak, marak mendekati harinya. Kira-kira di minggu kedua bulan Agustus (bahkan di daerah tertentu, sejak awal bulan), jalan jalan sudah berhias, bercat, dan bendera merah putih berpendamping umbul-umbul berjulangan hampir di semua pekarangan.
Entah terlampau menyita waktu, kalau pasang-lepas tiap hari, atau boleh jadi begitu besar kebanggaan atasnya, bendera merah putih yang gagah berani dibiarkan berhari-hari; merasakan terik, kemudian diguyur hujan dan bercampur debu. Sekiranya dihitung sejak awal bulan, maka akan selama 17 hari sang bendera berdiri siang malam.

Peringatan tahunan ini, semoga bukan kebiasaan yang tandus akan makna (lagi). Begitu pula pemasangan bendera bukan semata bukti patuh tanpa sadar utuh. Karena secarik bendera sepertinya bukan semata kain warna berukuran 2x3, namun ada pemikiran yang terkandung dan nilai yang menyatu dalam setiap helai benangnya. Tentu saja kita tidak layak menyamakan bendera dengan umbul-umbul atau spanduk yang dibiarkan menjadi "setengah matang".


Pic is from here

Tuesday, August 7, 2007

Wakil (Cakil) Rakyat

Tidak lebih sekedar menuruti kebiasaan dari sonohnya; segala bentuk pemilihan di negeri ini ujung-ujungnya hanya meninggalkan bekas kecewa mendalam. Menjadi rahasia umum, iming iming program masa kampanye tidak lebih dari janji janji yang entah masih diingatkah oleh si pembuatnya ketika sudah ditempat yang nyaman ?

Kenyang rasanya menyaksikan tingkah polah wakil-wakil rakyat, yang entah diperkara mana mewakili rakyatnya.

Benar kiranya, ungkapan kekecewaan masyarakat yang mengatakan bahwa wakil rakyat telah mewakili rakyat dalam mengecap dan menikmati; bergelimangan harta, pujian dan kedudukan terpandang, selebihnya keberpihakan pada kalangan bawah, hanya sekedar dolanan saja; bermain-main dengan voting, walk out, yang menghabiskan begitu banyak biaya dan waktu. Ujung-ujungnya ditunda, dilupakan dan hilang dari agenda pembahasan.

Rakyat jelata, semacam kita. Seperti tidak mempunyai pilihan, kecuali mengikuti dan berulang ikut kembali dalam lelucon pemilihan yang kita tahu bahwa akhirnya akan menjadi objek penderita dari berbagai kebijakan yang dibuat. Kita selalu dikhianati, selalu.


Pic is from here